Pesona Alam Mulai Termakan Zaman
Goresan-goresan kuas diatas kertas
putih sungguh bisa menghasilkan beranekaragam hasil karya, salah satunya
lukisan. Kali ini penulis menggunakan kuas dan cat air sebagai media untuk
melukis di atas sebuah lembaran kertas gambar yang masih putih bersih. Cat air
adalah sebuah bahan lukisan untuk mewarnai lukisan agar terlihat lebih indah
dan berdaya estetis tinggi. Pada pertemuan pertama perkuliahan ini sebenarnya
bukan kali pertama penulis menggunakan cat air sebagai bahan dasar melukis.
Namun karena terakhir menggunakan cat air saat SD, maka penulis masih merasa
canggung untuk menggoreskan kuas agar menghasilkan karya yang baik.
Pada pertemuan ini adalah sebuah ajang
berkreativitas penulis untuk menciptakan sebuah karya yang sebelumnya belum
pernah terfikirkan apakah menjadi indah atau tidak nantinya. Namun dengan
diiringi lagu “Juru Pencar” yang saat itu dinyanyikan oleh saya sendiri, dan
teman lain diperintahkan untuk melukis dengan mengikuti aliran lagu yang saya
nyanyikan, membuat saya terbersit satu hal. Meski awalnya tak tau akan jadi apa
gambar tersebut, namun setelah dicampur dengan warna lain menghasilkan sebuah
karya yang bisa dibilang menarik. Penulis tidak diberitahu seberapa campuran
warna dengan air yang seharusnya tepat untuk dituangkan pada sebuah lukisan,
namun penulis diberikan kebebasan tersendiri dan diharapkan dapat menemukan sendiri
campuran yang tepat dan tepat dilakukan. Hal ini sesuai dengan teori
konstruktivisme. Dan dengan menerapkan teori ini juga memberikan sebuah
kebanggaan tersendiri dalam diri penulis jika bisa menemukan suatu karya baru
yang belum pernah dibuat orang lain, namun penulis dapat lakukan.
Saat mendengar lagu “Juru Pencar”,
terbersit dalam ingatan penulis sebuah pemandangan alam yang indah, hamparan
sawah dan laut yang damai. Namun di zaman globalisasi ini sulit untuk menemukan
pemandangan yang indah seperti itu karena keindahan dan pesona alam telah
termakan oleh zaman. Perilaku manusia yang sewenang-wenang terhadap alam
membuat alam kita bersedih. Hutan kering dan sering disiarkan kabar kebakaran
hutan, yang tergambarkan oleh pohon yang berwarna merah di sisi kanan dan kiri
daratan yang dipisahkan oleh laut pada tersebut tersebut. Lapisan ozon pun
menipis karena adanya pemanasan global / global
warming. Akibatnya volume air laut meningkat dan daratan semakin terkikis
oleh air. Cuaca pun tak menentu dibuatnya. Terkadang kemarau panjang, terkadang
musim hujan tiba sebelum waktunya.
Nelayan yang semula memperkirakan cuaca akan cocok untuk melaut menjadi
salah persepsi. Sehingga saat berada di tengah lautan tiba-tiba gelombang laut
pasang dan terjadi badai. Hal ini sangat membahayakan kondisi nelayan-nelayan
kita. Kehidupan alam bawah lautpun menjadi korbannya. Ikan-ikan sedikit demi
sedikit mati karena limbah pabrik yang dibuang ke sungai dan bermuara di laut,
sehingga mengganggu ekositem bawah laut termasuk terumbu karang tan tanaman
laut yang berfungsi menghasilkan oksigen dan juga terkadang bisa menambah
estetika alam laut apabila airnya jernih. Hal ini tergambarkan dalam lukisan
penulis yaitu suasana alam laut yang berwarna biru pudar dengan seekor ikan tak
berdaya. Keadaan indah itu sepertinya sulit dijumpai saat ini. Alam ini
menangis karena ulah manusia-manusia yang tak bertanggung jawab. Oleh karena
itu mulailah bangun dari tidur kalian wahai generasi muda. Sadarilah bahwa alam
kita adalah sebuah titipan dari Tuhan yang harus dijaga kelestariannya.
Bukannya mengeruk habiskan kekayaan alam kita. Marilah kita ikuti gerakan
menanam seribu pohon dan kegiatan cinta alam lainnya, agar alam kita tetap
terjaga kelestariannya untuk anak cucu kita nantinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar